-->

Tokoh-Tokoh Pembaharuan Islam pada Masa Modern

Masa modern sering disebut sebagai zaman kebangkitan Islam. Ekspedisi yang dilakukan oleh Perancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte di Mesir pada tahun 1798 M hingga 1801 M, telah mampu membuka mata dunia Islam akan kelemahan dan kemunduran yang ada pada umat Islam. Ekspedisi Napoleon itu juga menyadarkan umat Islam akan kemajuan yang telah dicapai oleh Barat (Eropa). Para tokoh dan cendekiawan muslim mulai berfikir dan mencari jalan keluar untuk mengembalikan kekuatan dan kemajuan umat Islam yang pernah dicapai pada masa klasik (650-1250 M).

Interaksi yang dilakukan oleh umat Islam dengan Barat pada masa modern menjadi berbeda dibandingkan dengan hubungan yang dilakukannya terhadap Barat pada masa periode klasik. Pada masa klasik, Islam berada di masa kejayaannya, sedangkan Barat dalam kondisi terpuruk. Sekarang, umat Islam berada di bawah, dan Barat berada di atas. Barat lebih maju dibandingkan umat Islam. Umat Islam perlu belajar dari Barat, dan atau bekerja keras untuk berpacu dan bersaing dengan Barat. Kondisi ini menggugah tokoh dan cendekiawan muslim untuk mencetuskan pemikiran-pemikirannya tentang pembaharuan atau tajd-id dalam Islam. Mereka berupaya keras memikirkan jalan keluar yang perlu ditempuh umat Islam agar berhasil mencapai kejayaannya kembali.

Badri Yatim (2006:184) mengemukakan bahwa upaya yang dilakukan untuk mengembalikan kekuatan Islam, yang lebih dikenal dengan gerakan pembaharuan, dipengaruhi dan didorong oleh dua faktor utama, yaitu adanya upaya pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur yang dianggap sebagai penyebab kemunduran umat Islam dan upaya menimba ide pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat.

Tokoh-Tokoh Pembaharuan Islam pada Masa Modern


Gerakan pembaharuan dalam Islam telah mendorong para ulama, tokoh, dan cendekiawan muslim di seluruh dunia untuk berpartisipasi dalam rangka mengembalikan kemajuan yang pernah dicapai oleh Islam. Berikut ini beberapa tokoh pembaharuan di dunia Islam pada masa modern, antara lain:

1. Muhammad 'Ali Pasha 


Muhammad 'Ali lahir di Kawalla, Yunani, pada tahun 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Ia pernah menjadi seorang perwira militer. Atas perintah Sultan Turki, ia ikut bertempur melawan Napoleon saat ekspedisi ke Mesir pada 1801.

Ia adalah pemimpin Mesir yang memberikan perhatian besar terhadap persoalan yang berkaitan dengan kemiliteran dan perekonomian, karena semua itu dapat memperkuat kekuasaan dan kedudukannya.

Muhammad 'Ali menyadari bahwa bangsa mesir sangat jauh ketinggalan dengan dunia Barat, karenanya hubungan dengan dunia Barat perlu diperbaiki.

Perhatiannya terhadap pendidikan sangatlah besar. Ia mendirikan kementrian pendidikan pada tahun 1815, lalu mendirikan beberapa sekolah modern, seperti sekolah militer (1815), sekolah teknik (1816), sekolah kedokteran (1827), sekolah apoteker (1829), sekolah pertambangan (1834), dan sekolah penerjemahan (1836). Ia juga memasukan ilmu-ilmu modern dan sains ke dalam kurikulum sekolah. Selama tahun 1813-1849, ia telah mengirim 311 pelajar Mesir ke Italia, Perancis, Inggris dan Austria.

Sebagai tokoh pembaharuan, Muhammad 'Ali Pasha mengadakan pembaharuan dalam masyarakat Mesir dengan melakukan modernisasi di bidang pertanian, perdagangan, perindustrian, militer, pendidikan, dan publikasi.

Secara sepintas, pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad 'Ali tampak hanya bersifat keduniaan saja, namun dengan terangkatnya kehidupan dunia umat Islam berarti terangkat pula derajat keagamaannya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad 'Ali Pasha menjadi landasan pemikiran dan pembaharuan selanjutnya yang dilakukan oleh Al-Tahthawi, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad 'Abduh, Rasyid Ridha dan murid-murid Muhammad 'Abduh lainnya.

2. Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahthawi 


Ia lahir pada tahun 1801 di Tahta, suatu kota di Mesir bagian selatan, dan meninggal di Kairo pada tahun 1873. Ketika berumur 16 tahun, ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Ia dapat menyelesaikan studinya di al-Azhar pada tahun 1922.

Ia adalah pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad XIX di Mesir. Dalam gerakan pembaharuan Muhammad 'Ali Pasha, al-.Tah.taw-i turut memainkan peranan.

Beberapa hal yang menjadi pemikiran pembaharuan  al-Tahthawi, yaitu sebagai berikut.

  1. Jika umat Islam ingin maju harus belajar ilmu pengetahuan sebagaimana kemajuan yang terjadi di Barat (Eropa). Untuk itu umat Islam harus berani belajar dari Barat.
  2. Negara yang baik adalah negara yang pandai meningkatkan ekonomi rakyatnya.
  3. Kekuasaan raja sangat absolut, sehingga perlu dibatasi oleh undang-undang syariat yang dipimpin oleh majelis syura (ulama). Oleh karena itu, raja dan ulama harus bermusya-warah untuk melaksanakan hukum syariat.
  4. Jika ingin maju, umat Islam harus menguasai bahasa asing, di samping bahasa Arab. Bahasa Arab berfungsi untuk memahami Al-Qur’an dan hadis, sedangkan bahasa asing berfungsi untuk menerjemahkan dan memahami ilmu dan peradaban Barat.
  5. Ulama Islam harus memahami ilmu-ilmu pengetahuan modern jika tidak ingin umat Islam ketinggalan.
  6. Umat Islam tidak boleh bersikap fatalis (pasrah dengan keadaan) tanpa berusaha sekuat tenaga untuk mencapai cita-cita.


3. Jamaluddin al-Afghani 


Jamaluddin Al-Afghani adalah tokoh pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah-pindah dari satu negara Islam ke negara Islam lain. Ia lahir di Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal pada tahun 1897 di Istanbul, Turki. Ia banyak berkiprah dalam pembaharuan yang lebih terfokus pada bidang politik di samping persoalan keagamaan.
Beberapa pemikiran pembaharuan yang ia cetuskan adalah sebagai berikut.

  1. Islam adalah agama yang sesuai dengan segala keadaan dan waktu. Islam merupakan agama yang mengajarkan dinamisme dalam berpikir dan berperilaku yang sesuai dengan ajaran Islam.
  2. Islam bukanlah agama yang mengajarkan paham fatalis dan statis.
  3. Qadha` dan qadar Allah sesungguhnya merupakan sesuatu yang terjadi karena sebab musabab, bukan semata-mata  langsung dari Tuhan. Artinya, bahwa manusia bisa menentukan takdirnya sendiri melalui usaha yang maksimal.
  4. Lemahnya persaudaraan di kalangan umat Islam juga menyebabkan umat Islam mundur, dari kalangan awam, ulama hingga raja tidak ada lagi rasa persaudaraan, sehingga umat Islam lemah tidak memilki kekuatan untuk maju bersama.
  5. Sistem pemerintahan otokrasi harus diganti dengan demokrasi yang berdasarkan musyawarah.
  6. Umat Islam di setiap negara harus membangun semangat nasionalisme dan internasionalisme agar umat Islam dapat bersatu. Islam dapat berkembang dan maju jika umatnya mau bersatu. Tanpa persatuan, kemajuan mustahil dapat diraih.


4. Muhammad 'Abduh 


Muhammad 'Abduh lahir di Mesir pada tahun 1849, tetapi ada yang berpendapat bahwa ia lahir sekitar tahun 1845 dan beliau wafat pada tahun 1905.

Muhammad 'Abduh menekankan pada persatuan umat Islam sebagai kunci kemajuan umat Islam. Ia menilai bahwa pendidikan universal dan global sebagai sarana penting dalam pembentukan khilafah, karena  sistem ini memerlukan kecerdasan umat Islam, dan hal itu tidak akan tercapai tanpa pendidikan. Maka pendidikan merupakan hak asasi bagi setiap muslim.

Secara global, pemikiran Muhammad 'Abduh dapat dirangkai dalam empat aspek berikut. Pertama, aspek kebebasan, antara lain; dalam usaha memperjuangkan cita-cita pembaharuannya, Muhammad 'Abduh memperkecil ruang lingkupnya, yaitu nasionalisme Arab saja dan menitikberatkan pada pendidikan.

Kedua, aspek kemasyarakatan, antara lain usaha-usaha pendidikan perlu diarahkan untuk mencintai dirinya, masyarakat dan negaranya. Dasar-dasar pendidikan seperti itu akan membawa kepada seseorang untuk mengetahui siapa dia dan siapa yang menyertainya.

Ketiga, aspek keagamaan. Muhammad 'Abduh tidak menghendaki adanya taklid, dan guna memenuhi tuntutan ini pintu ijtihad selalu terbuka.

Keempat, aspek pendidikan, antara lain, perhatian yang besar untuk perbaikan lembaga al-Azhar, demikian juga terhadap bahasa Arab dan pendidikan pada umumnya. Menurut Muhammad 'Abduh, bahasa Arab perlu dihidupkan dan untuk itu metodenya perlu diperbaiki dan ini ada kaitannya dengan metode pendidikan. Sistem menghafal di luar kepala perlu diganti dengan sistem penguasaan dan penghayatan materi yang dipelajari.

5. Rasyid Ridha 


Rasyid Ridha adalah salah satu murid Muhammad 'Abduh. Ia lahir pada tahun 1865 M di desa Al-Qalamun Libanon. Ia termasuk keturunan Al-Husein, cucu Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, ia memakai gelar "Al-Sayyid" di depan namanya. Ia mengenyam pendidikan di Al-Qalamun, lalu dilanjutkan di Al-Madrasah al-Wa.taniyyah al-Isl-amiyyah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli, sebuah sekolah yang didirikan oleh Al-Syaikh Husain Al-Jisr, seorang ulama Islam yang telah dipengaruhi oleh ide-ide modern. Di lembaga ini, selain bahasa Arab, ia juga belajar bahasa Turki dan Perancis.

Pada tahun 1898 M. Rasy-id Ri.d-a hijrah ke Mesir untuk menyebarluaskan pembaharuan di Mesir. Dan dua tahun kemudian, ia menerbitkan majalah yang diberi nama “Al-Man-ar” untuk menyebarluaskan ide-idenya dalam pembaharuan. Pada dasarnya pokok pikiran Rasy-id Ri.d-a tidak jauh berbeda dengan gurunya, yakni Muhammad 'Abduh, terutama dalam titik tolak pembaharuannya yang berpangkal dari segi keagamaan, tuntutan adanya kemurnian ajaran Islam, baik dari segi akidahnya maupun dari segi amaliahnya. Menurut Rasyid Ridha, faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran umat Islam, antara lain:

  1. Tidak adanya semangat ijtihad untuk berpikir dan melakukan penelitian di kalangan umat Islam secara dinamis. Menurutnya, pintu ijtihad hanya tertutup dalam persoalan ibadah mah.dah. Pintu ijtihad masih selalu terbuka dalam bidang muamalah, misalnya dalam bidang ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, dan lain-lain. 
  2. Faham fatalis (Jabb-ariyyah), yaitu bahwa nasib manusia itu secara mutlak sudah ditentukan oleh Allah SWT., sehingga manusia tidak perlu berusaha untuk mengubahnya. Sikap fatalis ini disebabkan oleh diabaikannya peran akal secara maksimal. Menurut Rasy-id Ri.d-a, akal berfungsi untuk mencari kebenaran ayat-ayat Allah, baik qauliyyah maupun kauniyyah. Akal yang difungsikan secara maksimal dan dengan benar dan tepat akan dapat melahirkan segudang ilmu pengetahuan dan peradaban yang tinggi. Tetapi, jika peran akal dinafikan maka akan terjadi kejumudan (kebekuan) di kalangan umat Islam.
  3. Untuk mewujudkan kejayaan umat Islam perlu digalang persatuan umat Islam, dan agar persatuan umat Islam terwujud, maka perlu dibentuk khil-afah isl-amiyyah. Rasyid Ridha tidak sependapat dengan gurunya (Muhammad 'Abduh) yang terlalu liberal (bebas) dan kebarat-baratan. Rasyid Ridha juga tidak sependapat dengan paham nasionalime yang berkembang di negara Islam (terutama di Turki). Sebab nasionalisme tidak dikenal dalam Islam.


Selain tokoh-tokoh pembaharuan di atas, masih banyak tokoh-tokoh pembaharuan Islam lainnya, seperti Sayyid Ahmad Khan adan Abu A'la al-Maududi dari India, Muhammad Iqbal dari Pakistan, Hasan al-Bana dari Mesir, dan lain-lain. Di Indonesia, yang termasuk tokoh-tokoh pembaharuan Islam antara lain KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy'ari, Ahmad Syurkati, Ahmad Hassan, dan lain sebagainya.

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel