Uwais al-Qarni; Kematiannya Menggemparkan Kota Yaman
11/13/2015
Uwais Al Qarni lahir di tengah keluarga miskin di
sebuah desa terpencil di dekat Nejed, Yaman. Tidak ada yang mendokumentasikan
hari kelahirannya. Ayah dan Ibunya yang taat beribadah, tidak mampu
menyekolahkannya. Alhasil, dia mendapat pelajaran seadanya dari orang tua yang
sangat dicintai dan ditaatinya. Ayahnya meninggal dunia ketika Uwais kecil.
Sementara Ibunya sudah tua renta dan lumpuh. Penglihatannya pun kabur. Uwais
tak punya sanak famili.
Dalam kehidupan keseharian, Uwais lebih banyak
menyendiri dan diam. Dia pemuda yang tinggi badannya sedang, berambut lebat dan
merah, matanya biru, pundaknya lapang panjang, serta kulitnya kemerah-merahan.
Tidak sedikit kawan-kawan yang sering mengejek, menghina, menertawakan, dan
mencapnya anak bodoh. Uwais tidak membalas perlakuan buruk tersebut. Dia lebih
senang membantu meringankan beban orang tuanya dengan cara bekerja sebagai
penggembala dan pemelihara ternak upahan. Pergaulannya hanya dengan sesama
penggembala di sekitarnya.
Hidup Uwais dan Ibunya sungguh amat sangat sederhana.
Pakaian yang dimiliki Uwais cuma yang melekat di tubuhnya. Setiap harinya dia
lalui dengan berlapar-lapar ria. Dia hanya makan buah kurma dan minum air
putih. Tidak pernah dia memakan makanan yang dimasak atau diolah. Jika
mendapatkan rezeki lebih, lelaki yang matanya mudah meneteskan airmata ini tak
segan-segan membagikannya kepada beberapa tetangganya yang serba kekurangan.
Dia tidak menampakkan kesusahan maupun kesenangannya kepada orang lain.
Perjuangan Uwais Al Qarni
Sejak kecil Uwais sudah memeluk agama Islam. Siang hari
dia bekerja keras sambil terus berpuasa, malamnya shalat dan bermunajat kepada
Allah SWT untuk mendoakan orang lain. Hati dan lisannya tidak pernah lengah
dari berdzikir dan membaca Al-Quran selama beraktivitas. Dia juga selalu
merawat dan memperhatikan keadaan Ibunya. Namun, terkadang dia merasakan
kesedihan ketika tetangganya bisa pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran
Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sementara Uwais belum mampu karena berbagai
kendala. Dia sekadar mendengarkan cerita-cerita tentang Rasulullah. Ternyata
hal itu kian menumbuhkan kecintaan dan kerinduannya untuk bertemu Rasulullah.
Dikisahkan, ketika terjadi Perang Uhud, Rasulullah
mendapat cedera dan giginya patah akibat dilempari batu oleh musuhnya. Kabar
ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Serta merta dia segera memukul giginya
sendiri dengan batu hingga patah. Apa yang dilakukannya sebagai salah satu
bukti kecintaannya kepada Rasulullah, sekalipun dia belum pernah melihatnya.
Dia merenung dan bertanya dalam hati, bisakah satu saat dirinya memandang wajah
Rasulullah dari jarak dekat.
Sebetulnya Uwais sanggup pergi ke Madinah dengan
berjalan kaki. Namun, dia tidak tega meninggalkan Ibunya sendirian di rumah.
Sementara hati Uwais selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk
berjumpa Rasulullah. Dalam satu kesempatan Uwais mendekati Ibunya, mengeluarkan
isi hati dan memohon izin agar diperkenankan pergi ke Madinah. Ibunya merasa
terharu, lalu mengabulkan permintaannya. Ibunya mengingatkan, bila sudah
berjumpa Rasulullah, Uwais segera pulang. Uwais menyanggupi. Dengan rasa
gembira, dia berkemas untuk berangkat. Tak lupa dia menyiapkan keperluan Ibunya
yang akan ditinggalkan dan berpesan kepada tetangganya agar dapat menemaninya
selama dirinya pergi.
Uwais Tidak Bertemu Rasulullah SAW
Uwais mencium tangan Ibunya sebelum pergi. Dia
bersemangat akan menempuh jarak kurang lebih empat ratus kilometer sebelum
sampai di Madinah. Gurun pasir, bukit curam, cuaca panas dan dingin dilaluinya
tanpa rasa takut, demi berjumpa dengan pujaan hatinya. Tibalah dia di Kota
Madinah. Setelah bertanya kepada beberapa orang, dia menuju rumah Rasulullah.
Pintu rumah itu diketuknya sambil mengucapkan salam. Siti Aisyah, istri
Rasulullah, menjawab salam dan membukakan pintu. Uwais menyampaikan tujuan
kehadirannya. Aisyah menjawab, Rasulullah tidak berada di rumah, melainkan
sedang di medan perang.
Betapa kecewanya Uwais. Wajahnya menunduk sedih. Dia
disergap kebingungan, apakah harus menunggu kepulangan Rasulullah atau segera
kembali ke rumahnya. Dia teringat Ibunya yang sakit-sakitan dan tak bisa
ditinggal lama. Rupanya ketaatan Uwais kepada Ibunya telah mengalahkan hasrat
kuatnya untuk berjumpa Rasulullah. Akhirnya dia mohon pamit dan hanya
menitipkan salam. Aisyah berjanji akan menyampaikannya. Langkah kaki Uwais
gontai. Perasaannya terharu, campur aduk tak karuan.
Beberapa hari kemudian, Rasulullah pulang dari medan
peperangan. Rasulullah langsung menanyakan kepada Aisyah tentang kedatangan
seseorang dari Yaman yang mencarinya. Aisyah lalu menjelaskannya. Menurut
Rasulullah, Uwais Al Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Dia tidak
dikenal penduduk bumi, tetapi sangat terkenal di langit. Jika ada yang berjumpa
dengan Uwais, tambah Rasulullah, mintalah doa serta istighfar darinya. Uwais
mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangan dan baru kirinya.
Keistimewaan Uwais Al Qarni
Setelah Rasulullah wafat, Umar bin Khattab dan Ali bin
Abi Thalib teringat ucapan Rasulullah. Keduanya kemudian mencari Uwais. Setiap
ada rombongan yang datang dari Yaman, keduanya selalu menanyakan Uwais.
Akhirnya keduanya bisa bertemu Uwais, setelah Ibunya wafat. Umar membalikkan
tangan Uwais untuk membuktikan kebenaran tanda putih ditelapaknya. Umar dan Ali
langsung memohon agar Uwais berkenan mendoakan dan memberinya istighfar.
Mulanya Uwais menolak. Namun desakan keduanya membuat Uwais meluluskan
keinginannya. Umar lalu berjanji akan mengambil uang dari kas negara untuk
membiayai kebutuhan hidup Uwais.
Selang beberapa waktu, tersiar kabar kalau Uwais telah
wafat akibat terserang penyakit, tahun 39 hijriyah. Anehnya, pada saat dia akan
dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang tak dikenal yang berebutan untuk
memandikannya. Begitu pula ketika jenazahnya akan dikafani, dishalati dan
dikuburkan. Bahkan, tidak lama kemudian, sudah tidak terlihat ada bekas
kuburannya. Kepergian Uwais Al Qarni menggemparkan masyarakat Yaman, lantaran
banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan.
Dikutip dari komunitasamam.wordpress.com, 11/5/09