Kisah Nabi Zulkifli As; Nabi yang Memenangkan Sayembara
11/13/2015
Seseorang yang telah ditentukan oleh Allah SWT untuk
menjadi nabi dan rasul adalah hamba yang terbaik, sabar dan saleh. Tersebutlah
nama Nabi Zulkifli ‘alaihis salam di antaranya. Ayah Nabi Zulkifli bernama Nabi
Ayyub ‘alaihis salam. Ibunya bernama Rahmah. Dengan demikian, Nabi Zulkifli
masih terhitung cucu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Sebetulnya nama asli Nabi
Zulkifli ialah Basyar. Namun karena ia selalu mampu memegang amanat dan janji,
maka dijuluki Zulkifli. Secara sederhana, Zulkifli berarti orang yang sanggup.
Sejak kecil hingga dewasa, Nabi Zulkifli belum pernah
berbohong kepada siapapun. Semua janji yang diucapkannya senantiasa ditepati,
sehingga teman-teman dan orang-orang sangat senang kepadanya. Selain itu, ia
cepat dikenal masyarakat lantaran semua tingkah lakunya mencerminkan kebaikan
dan kebenaran. Sikap dan pendiriannya tidak mudah goyah. Emosinya benar-benar
terkontrol secara baik. Saat ditimpa cobaan dan mendapat masalah, ia pun
menerimanya secara sabar, tanpa mau mengeluh atau cerita ke orang lain. Ia
lebih suka curhat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Nabi Zulkifli dibesarkan di sebuah negara yang dipimpin
oleh seorang raja yang arif dan bijaksana. Raja tidak suka mementingkan
dirinya. Semua pikiran, tenaga dan harta kekayaannya ditumpahkan demi wilayah
dan bangsa yang dicintainya. Wajar bila seluruh rakyatnya hidup makmur dalam
suasana kedamaian. Sayangnya raja itu sudah sangat tua dan tidak memiliki
keturunan sama sekali. Sang raja sangat bingung dan gelisah mengenai
penggantinya kelak, termasuk nasib negara dan warganya.
Nabi Zulkifli Memenangkan Sayembara
Berhari-hari sang raja memikirkan persoalan tersebut.
Ia pun meminta pertimbangan dan berdiskusi dengan para penasehat istana.
Akhirnya ditemukan jalan keluar terbaik, yakni mengadakan sayembara terbuka.
Dalam tempo cepat pengumuman sayembara sudah tersebar ke seluruh daerah
kekuasaannya. Di antara materi sayembara itu ialah untuk memberi kesempatan
kepada seluruh rakyatnya agar bisa memimpin negaranya. Adapun caranya, rakyat
diminta hadir di halaman istana yang luas pada hari dan waktu yang telah
ditentukan.
Saat yang ditunggu tiba. Sejak pagi hari rakyat
berbondong-bondong datang memenuhi alun-alun istana untuk mengikuti sayembara.
Nabi Zulkifli ada di antara kerumunan massa. Mereka harap-harap cemas menanti
kemunculan raja di panggung utama. Beberapa dari mereka ada yang percaya diri
dan yakin akan bisa duduk di atas singgasana menggantikan raja. Setelah para pengawal
istana berusaha menenangkan rakyat, raja baru menampakkan diri dengan baju
kebesarannya. Spontan terdengar gemuruh tepuk tangan menandai rasa hormat dan
cintanya terhadap raja.
Raja berdiri di mimbar. Ia memandangi lautan manusia
yang telah menyemut dan menanti pernyataannya. Rakyat terdiam, suasana hening.
“Wahai seluruh rakyat yang aku cintai, seperti diketahui, kini aku sudah lanjut
usia. Aku pun tidak mempunyai keturunan yang bisa meneruskan kejayaan kerajaan
ini. Sementara aku tidak akan lama lagi berada di antara kalian. Sebagaimana
yang berlaku selama ini, titah raja selalu dituruti dan tingkah lakunya diikuti
rakyatnya. Maka dari itu, aku akan mengambil salah satu dari kalian yang
terbaik. Sebagai persyaratan utama, orang yang akan menempati posisiku adalah
orang yang pada siang hari melakukan puasa dan malam hari mengerjakan ibadah.”
Demikian isi pidato raja dengan nada bicara yang tegas dan berwibawa.
Seusai memberikan penjelasan, raja mempersilakan
rakyatnya yang merasa sanggup dengan persyaratannya agar mengangkat tangannya.
Namun setelah ditunggu beberapa lama, tidak ada seorang pun yang berani
mengacungkan jarinya. Bagi mereka, ketentuan itu jelas sangat berat. Tiba-tiba
Nabi Zulkifli mengangkat tangan, melangkah ke hadapan raja, kemudian berkata
dengan mantap tapi tetap rendah hati, “Maaf baginda, kiranya hamba sanggup
menjalankan puasa pada siang hari dan mengerjakan ibadah pada malam hari.”
Semua yang hadir terkejut, tak terkecuali raja. Raja
tidak yakin kepadanya mengingat usia Nabi Zulkifli masih sangat muda. Raja
mengamati Nabi Zulkifli secara detail dari ujung rambut hingga ujung kaki. Nabi
Zulkifli kembali menegaskan, “Wahai paduka, hamba tidak main-main dengan ucapan
hamba. Apa yang paduka minta akan hamba laksanakan.” Raja terdiam sejenak,
lantas memutuskan untuk mengabulkan permohonan Nabi Zulkifli. Selang beberapa
menit acara sayembara usai. Rakyat membubarkan diri, pulang ke rumah masing-masing.
Nabi Zulkifli Tidak Terlena Kemewahan
Malam harinya sang raja bisa tidur tenang. Ia senang
sebab sudah menemukan putra mahkota. Sejak itu Nabi Zulkifli tinggal di dalam
istana menemani kegiatan-kegiatan raja. Namun, kemewahan segala fasilitas istana,
kilauan permata, hamparan permadani, dan empuknya ranjang tidur tidak membuat
Nabi Zulkifli lupa daratan. Ia tetap menjadi diri sendiri, hidup sederhana
seperti dulu. Menjelang detik-detik mangkat, raja berpesan kepada Nabi Zulkifli
agar tetap menjalankan persyaratan sepeninggalnya. Nabi Zulkifli pun bersumpah
akan menjaga amanat tersebut hingga akhir hayatnya.
Kewafatan sang raja menimbulkan duka yang mendalam bagi
rakyatnya, apalagi bagi Nabi Zulkifli. Mereka berduyun-duyun mengantarkan raja
ke peristirahatan terakhirnya. Negeri itu dirundung masa berkabung beberapa
hari. Sesuai kesepakatan, kekosongan kursi raja segera ditempati Nabi Zulkifli
yang merangkap sebagai hakim. Rakyat sangat berharap pemimpin baru mereka lebih
membawa kebaikan, kemakmuran dan kedamaian. Setelah menjadi raja, Nabi Zulkifli
mulai mengatur jadwal berpuasa, beribadah serta melayani rakyatnya sepenuh jiwa
dan raganya.
Nabi Zulkifli bekerja hampir tidak mengenal waktu,
pagi, siang maupun malam. Seluruh kebutuhan dasar rakyatnya dipenuhi.
Urusan-urusan mereka diselesaikannya secara baik dan adil, tanpa menimbulkan
gejolak atau memunculkan konflik baru. Ia tidak mau membeda-bedakan orang yang
meminta uluran tangannya. Semua diperlakukan sama dan dihadapi dengan sabar.
Hasilnya, di bawah kepemimpinannya, rakyat bisa hidup senang, tenteram dan
bahagia. Selain itu yang paling penting, sejak menjadi raja, Nabi Zulkifli
makin bertambah besar ketakwaannya kepada Allah SWT.
Cobaan Bagi Nabi Zulkifli
Satu malam menjelang Nabi Zulkifli beranjak ke tempat
tidur, pintu kamarnya diketuk seorang pembantu istana. Menurut pembantunya,
seorang warga datang untuk meminta bantuan Nabi Zulkifli. Nabi Zulkifli
kemudian menemuinya dengan sikap ramah. Warga itu segera mengadukan
persoalannya sembari menundukkan wajahnya. Ia mengaku baru dirampok di tengah
perjalanan. Harta bendanya ludes dirampas orang lain. Nabi Zulkifli
mendengarkan penuturannya dengan penuh kesabaran.
Setelah menyimak apa yang disampaikan warga itu, Nabi
Zulkifli merasa ada yang ganjil. Sebab, lokasi yang diduga tempat
berlangsungnya peristiwa perampokan sesungguhnya kawasan yang aman. Apalagi, di
wilayah negerinya selama ini tidak pernah ada tindak kejahatan. Nabi Zulkifli
lantas bertanya siapa sebenarnya tamu ini. Warga yang mengaku telah dirampok
itu membuka identitas diri bahwa sesungguhnya ia iblis yang menyerupai manusia.
Tujuan kedatangannya hanya ingin menguji dan membuktikan kesabaran, kebaikan
dan kesalehan Nabi Zulkifli. Tidak sampai lima menit, iblis itu pun cepat-cepat
menghilang dari hadapan Nabi Zulkifli.
Lain waktu Nabi Zulkifli mendapat cobaan. Sekelompok
orang yang durhaka kepada Allah SWT membuat ulah di dalam negerinya. Nabi
Zulkifli memerintahkan pasukan dan rakyatnya supaya memerangi mereka. Namun,
mereka tidak mau mengikuti perintahnya. Alasannya, mereka takut mati akibat
peperangan itu. Mereka malah meminta jaminan kepada Nabi Zulkifli agar tidak
tewas meski ikut berperang. Nabi Zulkifli tidak marah melihat sikap mereka. Ia
segera bermunajat kepada Allah SWT. Akhirnya, dalam peperangan itu mereka
memperoleh kemenangan dan tidak satu pun dari mereka yang gugur.
Dikutip dari komunitasamam.wordpress.com, 12/5/09