-->

Inilah Keganjilan Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Ahmadiyah

Allah swt. akan memuliakan orang yang takwa kepadaNya dan menghinakan orang yang menentangnya. Kemuliaan dan kehinaan itu ada yang langsung ditunjukkan di dunia dan ada pula yang ditunda di akhirat nanti.

Perlu diketahui bahwa, Rasulullah saw. sejah dahulu telah menjelaskan kepada umatnya bahwa dirinya adalah nabi yang terakhir. Begitu juga, beliau telah memperingatkan kepada umatnya bahwa setelahnya aka nada sekitar tiga puluhan pendusta yang akan mengaku-ngaku menjadi nabi setelahnya.

Benar, setelah beliau meninggal, maka banyak sekali orang-orang yang mengaku-ngaku menjadi nabi. Tak terkecuali di negeri kita Indonesia ini. Sebagian dari mereka ada yang mengaku menjadi nabi setelah bermimpi, sebagian lagi setelah bersemedi, dan sebagian lagi setelah mengalami kejadian tertentu. Setelah itu, mereka pun membuat ‘kitab suci’ karangan sebagai penguatnya. Sebagian lagi, berfatwa dengan fatwa yang ‘asal-asalan’. Akibatnya, orang-orang bodoh pun terpedaya dan tertipu dengan tipu muslihatnya. Kekayaan para pengikutnya dikeruk, kehormatan mereka dinista, dan penyesalan pun didapat setelahnya. Begitulah liku-liku orang yang mengaku-ngaku menjadi nabi, yang banyak dijumpai di Indonesia.

Salah satu orang yang mendakwahkan diri menjadi nabi adalah Mirza Ghulam Ahmad. Dia berasal dari India dan menamakan kelompoknya sebagai ahmadiyah. Terhadap kelompok ini, semua ulama sepakan akan kesesatannya. Oleh karenanya, MUI pun telah mengeluarkan fatwa atas kesesatan kelompok ini.

Namun demikian, seorang dajjal pun punya pengikut walau sudah sangat jelas fitnahnya. Demikian pula ahmadiyah. Mereka pun memiliki pengikut, tak terkecuali di Indonesia ini. Namun walau selalu disembunyi-sembunyikan, Allah swt. akan selalu menampakkan kecacatan dari pemikiran ganjilnya itu. Maka berikut adalah keganjilan-keganjilan Mirza Ghulam Ahmad yang dirangkum dari buku Koreksi terhadap Pemahaman Ahmadiyah yang ditulis oleh Dede A. Nasruddin dengan penerbit Irsyad Baitus Salam, Bandung.

Bermimpi menjadi Allah dan menciptakan langit dan bumi yang baru

Mirza Ghulam berkata:
“Di dalam tidur, aku bermimpi jadi Allah. Aku yakin bahwa aku adalah Dia (Allah).” (Tadzkirah, hal. 195)

“… dan ketika aku dalam keadaan ini, aku berkata, ‘Aku ingin peraturan baru langit yang baru, dan bumi yang baru,’ maka kemudian aku menciptakan langit dan bumi…” (Tadzkirah, hal. 197)

Mengaku menjadi Maryam yang melahirkan Isa

Mirza Ghulam berkata:
“Saya adalah yang dimaksud dari perkataan Allah ta’ala, [Dan (ingatlah) Maryam puteri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh Kami… (Q.S. at-Tahrim: 12)]

Karena sayalah satu-satunya orang yang mengaku bahwa saya adalah Maryam dan ditiupkan kepadaku ruh Isa.” (Ruhani Khazain juz 22, hal. 351)

Di halaman yang lain, Mirza Ghulam Ahmad berkata, “Allah telah menjadikan aku sebagai Maryam selama dua tahun…, kemudian ditiupkan kepadaku ruh Isa sebagaimana ditiupkan kepada Maryam, maka aku menjadi hamil dalam rupa kiasan. Setelah beberapa bulan, tidak lewat sepuluh bulan, maka aku berubah dari keberadaanku sebagai Maryam menjadi Isa. Beginilah aku menjadi Isa putera Maryam.” (Ruhani Khazain juz 19, hal. 50)

Mirza Ghulam Ahmad Mencaci Nabi Isa, putera Maryam

Jika sebelumnya, Mirza mengaku menjadi Maryam, kemudian melahirkan Isa. Maka ia pun memuji-muji Isa, bahkan mengaku dirinya sebagai Isa, sebagaimana poin kedua di atas. Akan tetapi pada saat yang lain, dia justru mencacinya sendiri, sebagaimana tertera dalam kitabnya Ruhani Khazain berikut.

“Sungguh Isa telah membiasakan perbuatan keji dan lancing lidah. Dia (Isa) suka marah hanya karena sebab yang sepele, dan dia tidak bisa menahan hawa nafsunya.” (Ruhani Khazain juz 11, hal. 289)

“Orang-orang Nasrani telah menulis mengenai banya mukjizatnya (Isa), tetapi sebenarnya dia (Isa) tidak punya mukjizat.” (Ruhani Khazain juz 11, hal. 290)

“Isa tidak akan mengakui kesalehan, karena dia tahu bahwa manusia telah pada mengenalnya sebagai pecandu khamr (arak).” (Ruhani Khazain juz 10, hal. 296)

Ketika Cinta Mirza Ghulam Ahmad Ditolak Muhammadi Begum

Ketika Mirza Ghulam hampir berumur 60 tahun, dia jatuh cinta kepada salah seorang gadis yang masih familinya yang bernama Muhammadi Begum. Dia adalah seorang muslimah yang tidak membenarkannya.

Sudah beberapa kali Mirza melamarnya, tetapi gadis tersebut selalu menolak lamarannya, bahkan ia menikah dengan laki-laki lain. Akhirnya, Mirza pun marah dan mengancamnya seraya mengatakan bahwa Allah telah member wahyu kepadanya yang berbunyi:

“Sesungguhnya Kami akan membinasakan suaminya sebagaimana Kami membinasakan ayahnya, dan Kami akan mengembalikan dia (gadis tersebut) padamu.” (Tadzkirah, hal 226)

“Sesungguhnya dia (Muhammadi Begum) akan menjadi janda, suami dan ayahnya akan mati setelah tiga tahun dari hari pernikahan, kemudian Kami akan mengembalikan dia kepadamu sesudah kematiannya seorang mereka berdua bukanlah dari orang-orang yang menjaga.” (Tadzkirah, hal. 166)

Namun pada kenyataannya, setelah tiga tahun, Muhammadi Begum tidak menjadi janda dan suaminya pun tidak mati. Namun justru, Mirza Ghulamlah yang mati duluan.

Pernyataan Mirza Ghulam sebagai Antek Penjajah Inggris

Perlu diketahui bahwa saat kemunculan Mirza, India menjadi salah satu Negara jajahan Inggris. Orang-orang Islam disana bahu membahu mengusir sang penjajah dengan tekad kuat dalam semangat jihad. Namun, Mirza Ghulam hendak memadamkan semangat jihad tersebut dengan ‘agama barunya’, ahmadiyah. Mirza Ghulam berkata,

“Tidak samar atas pemerintah yang diberkahi ini (Inggris). Saya adalah termasuk dari para pelayannya, para penasehatnya, dan para pendoa bagi kebaikannya sejak dahulu dan aku datang kepadanya di setiap waktu dengan hati yang tulus…” (Ruhani Khazain juz 8, hal. 36)

“Sungguh aku telah menghabiskan kebanyakan umurku dalam mendukung dan membantu pemerintah Inggris. Dan, di dalam mencegah jihad dan mentaati pemerinah (Inggris), aku telah mengarang buku-buku, pengumuman-pengumuman, brosur-brosur yang kalau dikumpulkan akan memenuhi lima puluh lemari.” (Ruhani Khazain juz 15, hal. 155)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel