-->

Inilah Cara Imam Syafi'i dalam Membela Sunah

Asy-Syafi’I berkata tentang dirinya dalam Manaqibu Syafi’I milik al-Baihaqi juz I, “Di Baghdad saya digelari pembela sunah.”

Ibnu Hambal berkata, “Semoga Allah member rahmat kepada asy-Syafi’I, sungguh ia telah menyelamatkan atsar.”

Abu Zahrah berkata, “Saya tidak mengetahui seseorang yang lebih besar pembelaannya kepada Islam selain asy-Syafi’I dan tidak seorang pun yang mempertahankan sunah Rasulullah serta mampu menyingkap kepalsuan suatu kaum seperti beliau.”

Inilah beberapa faktor yang menunjukkan kemasyhuran asy-Syafi’I dalam membela  dan memperjuangkan sunah sehingga ia digelari ‘PEMBELA SUNAH’. Inilah pula meda kedua tempat asy-Syafi’I berjuang dalam pembaharuan. Perjuangan ini pada perlawanannya terhadap penyelewengan-penyelewengan sunah pada zamannya.

Di zaman asy-Syafi’I timbul tiga penyelewengan dalam masalah sunah. Penyelewengan pertama berpendapat bahwa hujjah itu hanya bersandar pada al-Qur’an serta mengingkari sunah sebagai tasyri’, penyeleweng kedua tidak mau menerima sunah sebagai sumber hokum yang berdiri sendiri, penyeleweng ketiga hanya menerima sunah yang mutawatir, sedangkan hadis ahad tidak dianggap sebagai hujah.

Asy-Syafi’I telah menentang penyelewengan-penyelewengan itu dengan lisan dan tulisannya, dan pembelaan dengan lisannya lebih banyak dari pada dengan tulisan-tulisannya.

Adapun penyelewengan pertama tersebut dalam kitab ‘Jamaul Ilmi’ dengan judul ‘Babu Hikayatthaifah Allaty Raddatil Akhbar Kulaha’ (bab mengenai riwayat golongan yang mengingkari sunah seluruhnya), memuat perdebatan dia dengan seorang intelektual yang condong pada golongan itu, syubhat-syubhatnya dan dalil asy-Syafi’I untuk membatalkannya, serta keterangan mengenai fungsi sunah sebagai hujah. Dalam kitab itu juga di bawah judul ‘Bab mengenai perkataan orang yang menolak hadis ahad’, ia menentang penyelewengan ini dan membawakan dalil-dalil yang menunjukkan bahwa hadis ahad itu dapat dipakai sebagai hujah.

Di dalam kitab ar-Risalah, ia menentang penyelewengan-penyelewengan ini, membentangkan dengan luas kritik-kritiknya serja menjelaskan keganjilan-keganjilannya dengan dalil aqli dan naqli. Beliau menetapkan bahwa sunah itu baik yang mutawatir maupun yang ahad dapat dipakai sebagai hujah. Dengan keterangan yang kuat dan bahasa yang jitu, asy-Syafi’I dapat menangkis serangan-serangan terhadap sunah dan mengenmbalikan hadis kepada posisi yang sebenarnya, kemudian tersebarlah kitab-kitabnya di antara murid-muridnya dan diterima oleh kaum muslimin dengan senang hati. Dari situlah, timbul pergerakan yang penuh berkah dan kekuatan sehingga tampak kebenaran dan jayalah sunah serta terungkaplah kekeliruan para penyeleweng.

Adapun pembelaannya terhadap sunah dalam hal menguatkan metode fikih yang benar dengan bersandar pada hadis dan riwayat serta tidak berlebih-lebihan dalam menggunakan pendapat akal. Ar-Razi berkata, “Orang sebelum asy-Syafi’I terbagi dalam dua golongan: ashhabul hadis dan ashhabul ra’yi.”

Ashhabul hadis mereka lemah dalam berdiskusi dan berdebat dan kurang mampu memberikan pembuktian kekeliruan yang ditempuh ashhabul ra’yi. Melalui mereka belum dapat ditemukan kekuatan dalam agama dan kemenangan al-Kitab dan sunah. Adapun ashhabul ra’yi, usaha dan kemampuan mereka tercurahkan untuk menetapkan apa yangmereka simpulkan dan mereka susun dengan pikiran mereka, usara serta ijtihad tidak tercurahkan untuk membela nash.

Adapun asy-Syafi’I betul-betul mengetahui nash al-Qur’an dan sunah dan mendahului ushul fikih serta syarat-syarat berdalil dengan nas itu. Bahkan ia telah meletakkan dan menyususn dasar-dasarnya serta merevisi fasal-fasalnya. Selain itu, ia ahli berdiskusi dan berdebat. Asy-Syafi’I menunjukkan dalil-dalil dan keterangan-keterangan yang ada padanya, sehingga sebagian besar para pendukung dan pengiut ashhabul ra’yi meninggalkan pendapat mereka. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa asy-Syafi’ilah yang dimaksud dengan hadis tajdid.

Asy-Syafi’I telah menjelaskan adanya keseimbangan dan keserasian antara nash dan akal tanpa berlebihan atau berat sebelah. Dan, mengembalikan manusia pada jalan tengah yang selamat, menolong dan membela sunah serta membukukan cara-cara istimbath hokum. Asy-Syafi’I telah memberikan contoh pembaharuan dalam bidan ijtihad dan tasyri’ serta menghidupkan dan membangkitkan syiar agama yang penting.

Dikutip dari Bustami M Said, Pembaharu dan Pembaharuan dalam Islam. Judul asli: Mafhum Tajdiduddin dengan alih bahasa Mahsun al-Mundzir. Pusat Studi Ilmu dan Amal Institut Pendidikan Darussalam Gontor Ponorogo.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel