Apresiasi Syeikh Al-Azhar atas Kinerja MUI yang Mampu Mempersatukan Ulama
2/23/2016
Dalam kunjungannya ke Indonesia, Grand Imam Besar al-Azhar Syeikh Ahmad Thayyib juga bertemu dengan pimpinan MUI. Dalam lawatannya, beliau mengapresiasi kinerja MUI yang mampu mempersatukan berbagai ormas. Sebagaimana ditulis dalam laman republika.co.id (23/2/16), disebutkan bahwa beliau berkata:
"Saya tahu, kalau Indonesia, negara Muslim terbesar, adalah pionir mewujudkan mimpi yang sulit dan berat kita capai, yaitu persatuan ulama dengan berbagai mazhab dan aliran mereka dalam organisasi dan wadah satu, saling bertemu dan bermusyawarah sepakat pada satu pendapat yang disampaikan ke masyarakat. Ini adalah tantangan utama kita, yaitu perbedaan antara ulama.
Perbedaan itu, kerap mereka bawa turun ke jalan dan berlakukan ke publik awam, maka muncullah perselisihan. Saya mengetahui, organisasi ini, menghimpun organisasi-organisasi dengan latar belakang mazhab, bahkan akidah yang berbeda.
Tetapi alhamdulillah, akhirnya kalian bersepakat pada satu atau dua pendapat, dan pendapat yang satu memberikan ruang bagi pendapat lain dan tidak saling mencederai. Inilah yang kita coba bangun pula, tentu, di luar Indonesia. Dan Alhamdulillah, ini sudah terealisasi di Indonesia melalui MUI. Saya apresiasi MUI dan kemampuan memgelola perbedaan dalam koridor yang diperbolehkan syar’i. Ini yang menjadi impian saya untuk membuat forum yang menyatukan sufi, wahabi, Hanbali, dan Syafi’i dan aliran-aliran lain dalam satu wadah. Dan ini belum tercapai hingga kini di kami."
Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin mengatakan, pujian dari Grand Syeikh datang karena MUI mampu menjadi pemersatu banyaknya kelompok atau ormas Islam, yang ada di Indonesia. Menurutnya, perbedaan yang ada memang tidak menyebabkan kita terpecah karena terdapat kesepakatan dalam menghadapi perbedaan di Indonesia.
Kita punya prinsip perbedaan itu sepanjang boleh diperdebatkan, maka harus ditoleransi," kata Ma'ruf kepada Republika, Senin (22/2).
Ia menekankan, MUI memang tidak memperbolehkan adanya ego alamiah kelompok, membenarkan diri sendiri dan menganggap kelompok lain salah. Ma'ruf mengungkapkan, prinsip yang selama ini ada itulah yang senantiasa dijadikan pegangan bagi MUI, dan mampu menjadi wadah pemersatu berbagai kelompok Islam di Indonesia.
Meski begitu, ia menerangkan kepada Grand Syeikh kalau MUI tidak menolerir adanya kelompok yang mengajarkan penyimpangan dalam Islam, apalagi muncul dan berkembang di Indonesia. Kiai Ma'ruf menegaskan MUI memiliki dua pengategorian sikap, antara perbedaan dalam Islam dan penyimpangan terhadap Islam.
Kiai Ma'ruf menambahkan kalau penegasan pemahaman perbedaan dengan penyimpangan tersebut, yang mampu membuat MUI menjadi wadah pemersatu sedikitnya 60 ormas Islam. Perbedaan adalah sesuatu yang bisa ditolerir sedangkan penyimpangan merupakan sesuatu yang tidak bisa ditolerir.
"Saya tahu, kalau Indonesia, negara Muslim terbesar, adalah pionir mewujudkan mimpi yang sulit dan berat kita capai, yaitu persatuan ulama dengan berbagai mazhab dan aliran mereka dalam organisasi dan wadah satu, saling bertemu dan bermusyawarah sepakat pada satu pendapat yang disampaikan ke masyarakat. Ini adalah tantangan utama kita, yaitu perbedaan antara ulama.
Perbedaan itu, kerap mereka bawa turun ke jalan dan berlakukan ke publik awam, maka muncullah perselisihan. Saya mengetahui, organisasi ini, menghimpun organisasi-organisasi dengan latar belakang mazhab, bahkan akidah yang berbeda.
Tetapi alhamdulillah, akhirnya kalian bersepakat pada satu atau dua pendapat, dan pendapat yang satu memberikan ruang bagi pendapat lain dan tidak saling mencederai. Inilah yang kita coba bangun pula, tentu, di luar Indonesia. Dan Alhamdulillah, ini sudah terealisasi di Indonesia melalui MUI. Saya apresiasi MUI dan kemampuan memgelola perbedaan dalam koridor yang diperbolehkan syar’i. Ini yang menjadi impian saya untuk membuat forum yang menyatukan sufi, wahabi, Hanbali, dan Syafi’i dan aliran-aliran lain dalam satu wadah. Dan ini belum tercapai hingga kini di kami."
Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin mengatakan, pujian dari Grand Syeikh datang karena MUI mampu menjadi pemersatu banyaknya kelompok atau ormas Islam, yang ada di Indonesia. Menurutnya, perbedaan yang ada memang tidak menyebabkan kita terpecah karena terdapat kesepakatan dalam menghadapi perbedaan di Indonesia.
Kita punya prinsip perbedaan itu sepanjang boleh diperdebatkan, maka harus ditoleransi," kata Ma'ruf kepada Republika, Senin (22/2).
Ia menekankan, MUI memang tidak memperbolehkan adanya ego alamiah kelompok, membenarkan diri sendiri dan menganggap kelompok lain salah. Ma'ruf mengungkapkan, prinsip yang selama ini ada itulah yang senantiasa dijadikan pegangan bagi MUI, dan mampu menjadi wadah pemersatu berbagai kelompok Islam di Indonesia.
Meski begitu, ia menerangkan kepada Grand Syeikh kalau MUI tidak menolerir adanya kelompok yang mengajarkan penyimpangan dalam Islam, apalagi muncul dan berkembang di Indonesia. Kiai Ma'ruf menegaskan MUI memiliki dua pengategorian sikap, antara perbedaan dalam Islam dan penyimpangan terhadap Islam.
Kiai Ma'ruf menambahkan kalau penegasan pemahaman perbedaan dengan penyimpangan tersebut, yang mampu membuat MUI menjadi wadah pemersatu sedikitnya 60 ormas Islam. Perbedaan adalah sesuatu yang bisa ditolerir sedangkan penyimpangan merupakan sesuatu yang tidak bisa ditolerir.