-->

Ibnu Taimiyah: Allah Tidak Butuh Arsy dan Lainnya serta Tak Dibatasi Langit

Syaikhul Islam pernah ditanya tentang orang yang meyakini “arah” (terkait sifat Allah, red), Apakah dia Mubtadi, Kafir, atau tidak?

Beliau menjawab:

Adapun barang siapa yang meyakini adanya arah; jika ia berkeyakinan bahwa Allah di dalam makhlukNya yang Ia diliputi oleh ciptaanNya dan dibatasi oleh langit, hingga sebagian makhluk berada di atasNya dan sebagian berada di bawahNya, maka pemilik keyakinan tersebut adalah Ahli bid’ah yang sesat.

Begitupula jika ia berkeyakinan bahwa Allah membutuhkan sesuatu yang membawanya -ke Arsy atau lainnya-, Maka pemilik keyakinan tersebut juga Ahli bid’ah yang sesat.

Begitupula jika ia menjadikan sifat Allah sama dengan Sifat makhluk-makhlukNya dengan mengatakan: Istiwa’ Allah sama dengan istiwa’ makhlukNya, nuzulNya seperti nuzul makhlukNya, atau yang semisal itu, maka dia juga Ahli bid’ah yang sesat.
Sesungguhnya Kitab dan Sunnah serta akal telah menunjukkan bahwa Allah tidak diserupai makhlukNya sedikitpun. Allah juga tidak membutuhkan apapun, terpisah dari makhlukNya dan tinggi di atasnya.

Jika orang tersebut berkeyakinan bahwa Al khaliq terpisah dari makhlukNya, di atas langitnya bersemayam di atas Arsy terpisah dari makhlukNya, Tidak ada sedikitpun unsur makhluk di dalam zatNya dan tidak ada sedikitpun unsurNya di dalam makhlukNya, tidak membutuhkan Arsy dan apapun selain Arsy, tidak bergantung kepada satupun dari makhlukNya-meskipun demikian, Dialah yang  mengangkat Arsy dan pengangkatan Arsy bergantung kepada qudrahNya-,  tidak menyamakan istiwa’ Allah dengan dengan istiwa’ segenap makhluk tetapi menetapkan nama-nama dan semua sifat sesuai dengan apa yang telah Ia tetapkan bagi diriNya, menafikan kesamaanNya dengan segenap makhlukNya,  meyakini bahwa Allah tidak sama dengan apapun -tidak pada zatnya, sifatnya, maupun perbuatanya-, maka orang tersebut memiliki keyakinan yang sama dengan dengan ummat dan para imam terdahulu.

Mazhab mereka menyifati Allah sesuai dengan apa yang telah Ia sifatkan bagi diri dan apa yang telah disifatkan oleh RasulNya tanpa Tahrif (perubahan), Ta’thil (Penghilangan), takyif (visualisasi), dan tamtsil (penyerupaan). Mereka meyakini bahwa Allah Mahatahu atas segala sesuatu, berkuasa atas segala sesuatu,menciptakan langit dan bumi dalam enam hari kemudian bersemayam di atas Arsy, benar-benar berbicara kepada Musa, menampakkan diri kepada gunung dan gunung itu pun menjadi hancur terbelah.

Mereka Meyakini bahwa Allah Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya pada seluruh sifat yang telah ia sematkan bagi diriNya, mensucikan Allah dari sifat kurang dan jelek dan menetapkan Sifat kesempurnaan bagiNya, dan meyakini bahwasanya tidak ada siapapun yang menyetarai sifat kesempurnaanya.

Nuaim bin Hammad Al Khazani berkata:
“Barangsiapa yang menyerupakan Allah dengan makhluknya maka Sungguh ia telah kafir, dan barang siapa yang mengingkari apa yang telah Ia sifatkan untuk diriNya maka sungguh ia telah kafir.

Penetapan sifat sesuai dengan apa yang telah Allah tetapkan bagi dirinya atau apa yang telah ditetapkan oleh RasulNya bukanlah Tasybih. Wallahu a’lam.”

Sumber: Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyah Jilid 5 halaman 162

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel