Inilah Nenek Penghafal Tujuh Qira'ah Al-Qur'an
11/04/2015
Tahukah Anda, Alquran diturunkan dengan 7
macam cara baca? Atau dikenal dengan Qiraat Sab’ah (qiraat tujuh). Disebut
Qiraat Tujuh karena ada tujuh Imam Qiraat yang terkenal. Masing-masing memiliki
langgam bacaan tersendiri. Tiap Imam Qiraat memiliki dua orang murid yang
bertindak sebagai perawi (periwayat). Tiap perawi tersebut juga memiliki
perbedaan dalam cara membaca Alquran sehingga ada empat belas cara membaca
Alquran yang masyhur. Apa yang kita baca dan terkenal di masyarakat kita adalah
bacaan riwayat Hafs dari Ashim.
Hmm.. rada berat?
Loading.. bentar, kita lanjut lagi ya
Menghafalkan
Alquran –dengan satu riwayat saja- bukanlah perkara mudah. Tak banyak orang
yang memiliki tekad dan mampu konsisten menjaga semangat sampai berhasil
menghafalkan Alquran sempurna 30 juz. Menghafalkan Kitabullah ini butuh
ketekunan. Kita bisa lihat mereka yang memulai menghafal Alquran. Pertama-tama
menghafal beberapa ayat kemudian terkumpul menjadi satu surat. Ayat dan surat
yang telah dihafal terus diulang-ulang sambil menambah hafalan yang baru.
Keadaan tersebut terus berulang hingga beberapa bulan atau tahun ke depan.
Wajar kalau penghafal Alquran begitu dihargai.
Itu baru proses
menghafalkan satu riwayat, bagaimana kalau lebih dari satu riwayat? Tentu lebih
sulit lagi.
Ada seorang wanita,
namanya Ummu as-Saad binti Muhammad Ali Najm. Ia adalah seorang ulama wanita
penghafal 10 riwayat bacaan Alquran. Seorang wanita di zaman modern ini yang
sangat terkenal di bidang qiraat.
Masa
Kecilnya
Ummu Saad
dilahirkan pada 11 Juli 1925 di Desa Bandariyah, sebuah desa yang terletak di
utara Kota Kairo, Mesir. Ia kehilangan penglihatannya di usia muda. Keluarganya
berusaha mengobati matanya dengan pengobatan tradisional yang dikenal di daerah
tersebut. Namun sayang, upaya mereka malah membuat Ummu Saad buta total.
Kebiasaan
masyarakat pedesaan di sana, apabila ada seorang anak yang buta, maka mereka
mengkhidmatkan sang anak secara total untuk Alquran. Tentu ini kebiasaan yang
baik, anak yang berkekurangan tidak diciutkan mentalnya dengan mengemis di
jalanan atau hal-hal buruk lainnya. Ia dibesarkan dan dihibur hatinya dengan
Alquran yang menyejukkan hati. Alquran yang mulia akan mewarisi kemuliaan untuk
mereka. Umur 15 tahun, Ummu Saad berhasil mengkhatamkan hafalannya.
Selanjutnya, Ummu Saad tinggal di Kota Iskandariyah, Mesir.
Berkhidmat
Untuk Alquran
Setelah
menghafalkan Alquran, Ummu Saad semakin giat menambah khazanah pengetahuannya
tentang kitabullah. Ia mendatangi seorang ulama wanita, Nafisah binti Abu Ala
–ulama Alquran di zamannya- untuk belajar Qiraah 10. Syaikhah Nafisah
mensyaratkan suatu hal yang berat bagi siapa yang ingin mempelajari Qiraah 10.
Syaratnya adalah mereka tidak boleh menikah selama-lamanya. Menurutnya, dengan
menikah, para wanita akan tersibukkan dengan rumah tangga, hingga mereka luput
dari 10 riwayat hafalan Alquran yang mereka tekuni. Tentu ini adalah syarat
yang tidak dibenarkan syariat dan tidak boleh dipenuhi.
Nafisah sendiri
teguh dengan pendiriannya. Dia tidak menikah, mesikupun banyak tokoh yang
hendak menikahinya. Ia menyandang status gadis hingga wafat di usia 80 tahun.
Syarat berat dari Syaikhah Nafisah diterima oleh Ummu Saad. Ia siap mengabdikan
hidupnya untuk menjaga 10 riwayat Alquran tersebut.
Di usia 23 tahun,
Ummu Saad telah berhasil menghafalkan 10 riwayat bacaan Alquran. Sebagai bukti
kokohnya hafalannya, Syaikhah Nafisah pun memberikan ijazah pengakuan
kepadanya.
Ummu Saad mengatakan,
“Selama 60 tahun; menghafal, membaca, mengulang-ulang hafalan Alquran,
membuatku tidak lupa sedikit pun bagian Alquran. Aku ingat setiap ayat. Tahu
surat dan juz dari ayat tersebut. Tahu detil ayat-ayat yang mirip (atau serupa)
dengan ayat lainnya. Dan aku tahu bagaimana membaca dengan setiap riwayat
bacaan (langgam)ayat tersebut (dalam setiap qiraat). Aku merasakan betapa aku
menghafalkan Alquran sebagaimana aku menghafal namaku sendiri. Aku tidak
membayang-bayangkan karena lupa, satu huruf pun aku tidak lupa dan keliru
pengucapannya. Aku tidak mengetahui ilmu lain selain Alquran dan qiraatnya. Aku
tidak pernah menghafal, belajar, atau bahkan mendengar pelajaran selain Alquran
al-Karim, matan ilmu qiraat, dan tajwid. Selain itu, aku tidak mengetahui bidang
ilmu lainnya.”
Dari sini kita bisa
mengetahui betapa murninya bacaan Alquran Ummu Saad karena pikirannya tidak
terpengaruh dengan ilmu-ilmu lainnya.
Ummu
Saad Menikah
Ummu Saad menikah
dengan seorang murid terdekatnya, Syaikh Muhammad Farid Nu’man, seorang qori
terkemuka di Iskandariyah. Ummu Saad mengtakan, “Aku tidak bisa memenuhi
janjiku yang telah kuucapkan kepada guruku -Syaikhah Nafisah- untuk tidak
menikah. Muhammad Farid, biasa menyetorkan hafalannya padaku dengan berbagai
qiraat. Aku pun tertarik padanya. Sama sepertiku, ia juga mengalami kebutaan
dan mengahfal Alquran sejak kecil. Aku mengajarinya selama 5 tahun lamanya.
Setelah ia menyelesaikan belajar 10 qiraat dan mendapatkan riwayat dariku, ia
pun melamarku. Dan aku menerimanya.”
Keduanya telah
mengarungi bahtera rumah tangga selama 40 tahun, namun belum juga dikaruniai
buah hati. Ummu Saad senantiasa berprasangka baik kepada Allah dan mengambil
hikmah dari apa yang ia alami. Di tengah kekurangan tersebut, ia berucap,
“Alhamdulillah.. Aku merasa bahwa Allah memilihku untuk selalu berada dalam
kebaikan. Mungkin, sekiranya aku hamil aku akan sibuk dengan anak-anak dan
terluput dari Alquran. Lalu hafalanku hilang”.
Jalur
Periwayatannya
Seseorang patut
berbangga ketika ia mempelajari Alquran, kemudian bacaannya telah diakui
kefasihannya oleh gurunya yang memegang riwayat qiraat. Sehingga kefasihannya
mendapat pengakuan sebagaimana (mirip) bacaan ketika Alquran diturunkan kepada
Nabi ﷺ dari Allah ﷻ.
Berikut silsilah
riwayat bacaan Alquran Ummu Saad: qiraat 10 Ummu Saad dari asy-Syathibiyyah dan
ad-Durrah: Syaikhah Nafisah binti Abu al-Ala dari Abdul Aziz Ali Kahil dari
Abdullah ad-Dasuqi dari Syaikh Ali al-Hadadi –Syaikhul Qurra di negeri Mesir-
dari Syaikh Ibrahim al-Ubaidi dari Syaikh al-Jami’ al-Azhar, Muhammad bin Hasan
as-Samnudi dari Ali ar-Rumaili dari Syaikh Muhammad bin Qasim al-Baqri dari
Syaikh Abdurrahman bin Syuhadzah al-Yamani dari Ali bin Ghanim al-Maqdisi dari
Muhmmad bin Ibrahim as-Samdisi dari asy-Syihab Ahmad bin Asad al-Amyuthi dari
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin al-Jazari asy-Syafi’i dari Abdurrahman
bin Ahmad al-Baghdadi dari Muhammad bin Ahmad ash-Sha-igh dari Ali bin Syuja’ul
Kamal adh-Dharari (Imam asy-Syathibi) dari Imam Abi al-Qasim dari Imam Ali bin
Muhammad bin Hudzail al-Balansi dari Abi Dawu Sulaiman bin Najah dari Imam Abi
Amr ad-Dani dari Thahir bin Ghalbun dari Ali bin Muhammad al-Hasyimi dari Ahmad
bin Shal al-Asynani dari Abi Muhammad Ubaid bin ash-Shabah dari Hafsh bin
Sulaiman dari Ashim bin Bahdalah bin Abi an-Najud dari Abi Abdurrahman Abdullah
bin Hubaib as-Silmi dari Utsman dan Ali dan Abdullah bin Mas’ud dan Ubay bin
Ka’ab dan Zaid bin Tsabit dari Rasulullah ﷺ yang
menerima wahyu dari perantara Malaikat Jibril dari Allah ﷻ.
Itulah rantai
periwayat Ummu Saad bersambung hingga Rasulullah ﷺ.
Murid-muridnya
Banyak pelajar
Alquran yang mengambil riwayat darinya. Baik tua maupun muda, laki-laki atau
perempuan, kalangan insinyur yang mendalami Alquran, demikian juga
dokter-dokter, para guru, dosen-dosen, mahasiswa, dll.
Setiap murid, ia
berikan waktu dan perhatian khusus. Masing-masing memiliki waktu tidak lebih
dari 1 jam setiap harinya. Mereka membaca, kemudian dikoreksi oleh Ummu Saad
kualitas bacaan surat yang telah mereka hafalkan. Ia perbaiki
kesalahan-kesalahan muridnya juz per juz hingga selesai 30 juz atas
bimbingannya. Koreksi bacaan atau tahsin al-qiraah dilakukan per qiraat.
Sedetil itulah ia membimbing murid-muridnya.
Setiap selesai satu
qiraat, ia berikan ijazah tertulis sebagai pengakuan atas kualitas bacaan sang
murid. Ijazah tersebut juga sebagai bukti bahwa sang murid telah membaca
Alquran di hadapannya dengan sempurna, benar, dengan detil tajwid yang tepat.
Masya Allah… betapa waktunya ia dermakan untuk Alquran dan menjaga kalam ilahi.
Di antara
murid-murid tersebut ada yang hanya mengambil satu qiraat. Sedikit di antara
mereka yang mengambil 10 qiraat.
Murid-muridnya yang
terkenal adalah dr. Ahmad Nu’aini’, Syaikh Miftah as-Sulthani, dan
pengajar-pengajar Ma’had al-Qiraat di Iskandariyah.
Perjalanan
Ke Hijaz
Salah seorang murid
Ummu Saad menghadiahinya tiket perjalan ke tanah haram untuk menunaikan haji
dan umrah. Sang murid juga menjamunya di sana. Dalam kesempatan itu pula, Ummu
Saad memberikan sanad bacaan kepada puluhan penghafal Alquran dari berbagai
negara. Seperti Arab Saudi, Pakistan, Sudan, Palestina, Libanon, Chad, dan
Afganistan. Ijazah termuda diberikan kepada salah seorang penghafal Alquran
dari Arab Saudi yang baru berusia 10 tahun.
Wafatnya
Sang Penjaga Alquran
Ummu Saad wafat di
waktu fajar, tanggal 16 Ramadhan 1427 H bertepatan dengan 9 Oktober 2006 M.
Allah ﷻ menganugerahkannya usia cukup panjang, 81 tahun. Jenazahnya
dishalatkan di wilayah Bahri, Iskandariyah, Mesir.
Semoga Allah ﷻ merahmati Ummu Saad, membalas segala usaha kebaikannya dan
kesungguhannya dalam menjaga Alquran al-Karim. Sedari kecil, ia meng-akrabi
Alquran. Menekuni cabang-cabang kelimuannya. Puluhan tahun berlalu dari
usianya, di usia senja, ia tetap bersemangat mencurahkan tenaga dan pikirannya
untuk Alquran.
Penutup
Semoga kisah
perjuangan Ummu Saad dalam menghafal, menjaga, dan mengajarkan Alquran mampu
memberikan inspirasi kepada kita untuk menghafalkan Alquran, mempelajari
hukum-hukumnya, mengamalkan dan mendakwahkannya.
Murid-murid Ummu
Saad dengan beragam profesi mereka mengajarkan kepada kita, bahwa Alquran pun
bisa dihafalkan oleh mereka yang sibuk.
Dikutip dari islamstory.com yang
diterjemahkan oleh Nurfitri Hadi dalam kisahmuslim.com, edisi 2/11/15