Ketentuan Pernikahan dalam Perundang-Undangan
10/21/2015
1. Perkawinan
dalam UU No. 1 Tahun 1974
Perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa serta mempunyai asas, yaitu:
a. Asas Suka Rela (Suka Sama Suka)
Asas suka sama suka ini sesuai dengan pasal 71.
b. Asas Partisipasi Keluarga
Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum
berumur 22 tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya. Apabila ada salah satu
yang belum berumur 21 tahun tidak mendapat izin orang tua, maka PPN (Pegawai
Pencatat Nikah) memberikan surat penolakan untuk melangsungkan pernikahan.
c. Asas Perceraian Dipersulit
Sekalipun talak adalah hak laki-laki, tetapi tidak
boleh menggunakan haknya itu semena-mena. Pasa 37 UU No. 1 Tahun 1974
menyebutkan.
1) Perceraian
hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah yang bersangkutan
berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2) Untuk
melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami istri tidak akan dapat
rukun sebagai suami istri.
3) Tata cara
perceraian di depan sidang diatur dalam peraturan Perundang-undangan.
Adapun alasan perceraian diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974
Pasal 19 PP No. 9/1975 sebagai berikut.
1) Salah satu
pihak berbuat zina atau pemabuk, penjudi, dan sebagainya yang sulit
disembuhkan.
2) Salah satu
pihak meninggalkan yang lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa
alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya.
3) Salah satu
pihak mendapatkan hukuman penjara 5 tahun atau lebih.
4) Salah satu
pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
5) Salah satu
pihak mendapat cacat atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai suami istri.
6) Terjadi
perselisihan yang terus-menerus antara keduanya.
d. Asas
Poligami Diperketat (Pasal 4 UU NO. 1/1974)
1) Dalam hal
seorang suami akan beristri lebih dari satu, ia wajib mengajukan permohonan
kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
2) Pengadilan
yang dimaksud ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami
yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a) Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri,
b) Istri mendapat
cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
c) Istri tidak
dapat melahirkan keturunan (baca pasal 41 PP 1975).
2. Kewajiban
Pencatatan Perkawinan
Seseorang yang akan melaksanakan pernikahan terhadap
seorang wanita terlebih dahulu melapor kepada pemerintah yang ditunjuk untuk
menanganinya dengan membawa prosedur perkawinan.
3. Sahnya
Pernikahan
Perkawinan seorang muslim dapat dikatakan sah apabila
dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun
1974 yang berbunyi: “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut agama
(kepercayaan) masing-masing.”
4. Tujuan
Pernikahan
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 3 bahwa
perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah dalam
wujud perkawinan, kedua mempelai yang dapat membuat hati menjadi tentram, baik
suami yang menganggap istrinya paling cantik dan setia di antara wanita-wanita
lain. Begitu juga sebaliknya, menganggap suaminyalah yang paling ideal dalam hatinya. Kemudian adanya rumah tangga
yang bahagia dan jiwa yang tentram, hati dan tubuh menjadi bersatu maka
kehidupannya menjadi mantap dengan menjalankan ketentuan-ketentuan yang
digariskan oleh Allah swt.