Ayat dan Hadis tentang Kewajiban Berdakwah
8/19/2016
A. Ayat-Ayat tentang Kewajiban Berdakwah
a. Surah An-Nahl: 125
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”Isi Kandaungan Surah An-Nahl: 125
Dalam ayat ini Allah swt. memberikan petunjuk tentang cara-cara melakukan dakwah serta sikap orang Islam terhadap orang-orang non Islam. Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. agar banyak menggunakan cara atau strategi dalam menyampaikan misi dakwah kerasulannya. Hal tersebut karena beragamnya corak masyarakat, mulai dari yang awam sampai dengan kaum terpelajar, strata sosial yang berbeda, hal tersebut tentunya juga akan dijumpai problem yang berbeda pula. Metode dakwah harus disesuaikan dengan sasaran dakwah. Secara garis besar ayat ini dapat dipahami bahwa berdakwah harus:
1) Dengan hikmah
Kata ini memiliki banyak pemahaman, di antaranya dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Kata hikmah sering diartikan dengan bijaksana. Kebijaksanaaan dalam berdakwah bukan saja melalui ucapan, melainkan juga dengan tindakan dan sikap hidup. Bahkan diam lebih berhikmah daripada berkata.
2) Dengan pangajaran/ nasihat yang baik
Secara umum istilah ini diartikan sebagai pengajaran atau pesan-pesan yang baik yang disampaikan sebagai nasihat. Kata diambil dari kata yang berarti nasihat. Mau’izah adalah uraian yang menyentuh hati dan mengantar kepada kebaikan sehingga harus disampaikan dengan hasanah (baik) juga. Dakwah dengan cara ini dapat mengena di hati sasaran dakwah jika diucapkan dengan disertai pengamalan dan keteladanan dari penyampainya. Langkah ini dapat dipahami bahwa dakwah dilakukan dengan cara memberikan pengajaran, pelajaran, dan nasihat yang baik, tidak boleh dilakukan dengan kekerasan ataupun paksaan. Islam adalah ajaran yang mengajak kepada ketenteraman dan kedamaian, oleh karenanya tata caranya pun harus diperhatikan. Seorang pendidik harus menggunakan metode mau’izah hasanah jika ingin berhasil dalam mendidik, di antaranya dengan memberi keteladanan.
3) Berdebat atau berdiskusi berdasar wawasan dan pengetahuan dengan jalan yang baik
Kata mempunyai makna debat melalui bukti-bukti yang mematahkan alasan orang lain dalam berdiskusi. Jalan ini digunakan jika timbul perbantahan atau pertukaran pikiran yang tidak dapat dielakkan lagi, sehingga harus memilih jalan yang terbaik yaitu “debatlah mereka dengan cara yang baik”.
Di samping itu seorang dai harus mempunyai sikap yang tenang, sabar, berwibawa, dan tidak boleh bersikap egois. Mutu penampilannya harus lebih tinggi daripada orang yang diingatkan. Allah swt. lebih mengetahui siapa yang menyalahgunakan tugas lagi tersesat, dan siapa yang mendapatkan petunjuk.
b. Surah Asy-Syu’araa: 214-216
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan."Isi Kandungan Surah Asy-Syu'araa: 214-216
Kata artinya anggota suku yang terdekat, kata tersebut berasal dari yang artinya bergaul. Kata arti aslinya adalah sayap. Hal ini menggambarkan perilaku seseorang yang disamakan dengan burung yang merendahkan sayapnya apabila hendak mendekati lawan jenisnya atau melindungi anaknya. Kata artinya mengikuti, namun Ibnu Asyur menerjemahkannya dengan “beriman”.
Dalam Hadis dari Abu Hurairah menyatakan: “Tatkala ayat ini turun, Rasulullah saw. memanggil orang-orang Quraisy berkumpul di Bukit Shafa. Di antara mereka ada yang datang secara langsung dan ada yang mengirimkan wakilnya. Setelah mereka berkumpul, kemudian Rasulullah saw. berkhotbah: “Wahai kaum Quraisy, selamatkan dirimu dari api neraka, karena sesungguhnya aku tidak bisa memberi madharat dan tidak pula memberi manfaat kepadamu, hai Bani Qushai, selamatkan dirimu dari api neraka, karena sesungguhnya aku tidak bisa memberi madharat dan tidak pula memberi manfaat kepadamu. Ketahuilah bahwasanya aku hanya dapat menghubungi karibku di dunia ini saja”.
Ayat ini juga menegaskan bahwa mula-mula dakwah Nabi saw. ditujukan kepada keluarga atau kerabat dekatnya secara sembunyi-sembunyi (sirriyah). Kemudian secara berangsur-angsur menyeru masyarakat sekitarnya secara terang-terangan, kemudian kepada manusia seluruhnya dengan turunnya ayat ini. Ketiga ayat di atas menjelaskan bahwa Allah swt. memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. agar berdakwah kepada keluarga atau kerabat terdekat dahulu. Misalnya istri dan anak-anaknya secara lemah lembut serta penuh kasih sayang dan memberi peringatan serta ancaman azab yang pedih kepada yang mendurhakai dakwahnya. Isi dakwahnya yaitu untuk meyakini dan mempercayai bahwa tiada Tuhan selain Allah Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasar etimologis kata berasal dari bahasa Arab yang berarti ajakan, seruan, panggilan, undangan. Jadi yang dimaksud dengan ilmu dakwah ialah suatu ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara, tuntunan bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia untuk mengikuti, menyetujui suatu pendapat tertentu dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah Yang Mahakuasa demi kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Penerangan adalah suatu tujuan tertentu, memberikan pengertian terhadap orang lain mengenai suatu masalah, sehingga penerangan merupakan bagian dari dakwah. Selain itu ada bagian lain dari dakwah misalnya penyiaran. Penyiaran bisa dipakai untuk memberi penjelasan-penjelasan terhadap suatu masalah yang sudah ada pokok permasalahannya, sehingga penjelasannya datang kemudian. Pendidikan dan pengajaran juga menjadi bagian dari salah satu alat berdakwah. Rasulullah saw. dan rasul-rasul lainnya tidak pernah gentar dan takut dalam menyampaikan dakwah, meskipun banyak rintangan. Bagi kaum muslimin dakwah adalah tugas suci yang wajib dilaksanakan, tidak perlu cemas dengan tantangan yang ada, serta tetap optimis dan tidak perlu ragu, sehingga tetap teguh keyakinan dan keimanan dalam berdakwah.
Pada ayat 215 Q.S. asy-Syu’araa, Allah swt. memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw. agar bersikap rendah hati, lemah lembut, memedulikan orang lain, dan tidak sombong kepada orang-orang yang mengikuti seruannya. Dengan demikian hati mereka lebih tertarik dan menyenangi agama yang baru dianutnya, sehingga terjalin hubungan kasih sayang, saling mencintai dan menolong, serta membela sesama mukmin.
Selanjutnya Dalam ayat 216, Allah swt. memberikan petunjuk kepada Nabi Muhammad saw. dalam menjalankan dakwahnya. Yaitu apabila karib kerabat dan keluarga dekat tidak mengindahkan seruannya, maka katakanlah kepada mereka bahwa engkau tidak bertanggung jawab atas keingkaran dan kedurhakaan mereka. Allah mengancam dengan azab-Nya yang sangat keras sebagai balasan terhadap sikap dan perbuatan mereka, yang tak seorang pun mampu melepaskan diri dari azab itu. Hanya orang-orang beriman dan beramal saleh yang dapat terhindar dari azab Allah di akhirat nanti.
c. Surah Al-Hijr: 94-96
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu). (yaitu) orang-orang yang menganggap adanya Tuhan yang lain di samping Allah; maka mereka kelak akan mengetahui (akibat-akibatnya)."
Isi Kandungan Surah al-Hijr: 94-96
Secara etimologis, kata pada ayat 94 berarti membelah yang berkembang maknanya menjadi menampakkan atau terang-terangan. Di sisi lain pembelahan mengesankan kekuatan dan kesungguhan. Dari pengertian tersebut adanya kesungguhan upaya dan semangat yang kuat. Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. agar menyampaikan ajaran Allah secara terang-terangan, tidak memedulikan apa yang dikatakan orang musyrik, dan tidak takut kepada mereka.
Sebagian ahli tafsir menginterpretasikan kalimat “ “ dengan tidak memedulikan segala tingkah laku orang-orang musyrik yang telah mendustakan, mengolok-olok dan menentang kamu, tindakan mereka yang menghalang-halangi dakwah jangan dijadikan kendala untuk menyiarkan agama. Karena Allah swt. selalu menjagamu dari gangguan mereka. Perintah ini bukan berarti perintah bersikap keras dan kasar yang menimbulkan antipati. Akan tetapi hanya tuntutan untuk menjelaskan hakikat ajaran Islam dengan perasaan, mencerahkan pikiran, secara argumentatif.
Ayat 95-96 menegaskan bahwa Allah akan menjaga dan memelihara Nabi dan pengikutnya dari perilaku orang-orang musyrik di Mekah yang meremehkan, menghina, dan mengolok-olok Nabi saw. serta mengotori kesucian Al-Quran. Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa orang-orang musyrik Mekah yang meremehkan ajaran Al-Quran. Di antaranya adalah al-Walid bin Mughirah, al-Ash bin Wa’il, al-Haris bin Qais, Aswad bin Abdul Jaghut, dan Aswad bin Muththalib. Dalam sejarah dikenal bahwa penyebab kematian mereka dikarenakan sikap mereka mengolok-olok dan mendustakan ajaran Allah swt..
Allah mengetahui bahwa Nabi Muhammad saw. sedang prihatin dan sedih melihat sikap dan tingkah laku orang-orang musyrik Mekah. Untuk mengobati hati yang sakit, Nabi saw. memperbanyak tasbih, zikir, tahmid, takbir, salat, dan melakukan ibadah-ibadah lainnya serta menahan hawa nafsu. Sifat Nabi saw. ini hendaklah dijadikan contoh teladan oleh orang-orang mukmin dalam menghadapi segala masalah. Serahkan segalanya kepada Allah niscaya Dia akan memberikan jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi. Awal dakwah Rasulullah saw. secara sembunyi-sembunyi diarahkan untuk memberikan dasar-dasar keyakinan sekaligus membentuk kepribadian yang kuat, tahan uji, sabar, dan tabah. Setelah dirasa berhasil, Rasulullah saw. berdakwah secara terang-terangan.
Dengan keyakinan dan kepribadian Nabi saw. yang bijaksana, tutur bahasa yang baik dalam berdakwah, lemah lembut dan pemaaf, maka dari hari ke hari jumlah umat Islam bertambah banyak. Persatuan dan kesatuan pengikutnya pun bertambah kuat dengan masuknya dua tokoh besar Quraisy yaitu Umar bin Khattab dan Hamzah bin Abdul Muththalib (paman Nabi saw.). Keduanya sangat tegas dalam membela agama Islam, sehingga syiar Islam semakin menyebar ke semenanjung Arabia.
B. Hadis tentang Berdakwah
Dari Abdullah bin Amr, bahwa Nabi saw. bersabda: “Sampaikan dariku walaupun satu ayat dan ceritakan tentang kaum Bani Israil karena yang demikian itu tiada dosa. Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiaplah tempatnya di neraka (HR.Bukhari no. 3202)
Isi Kandungan Hadis
Hadis Bukhari di atas dapat dipahami sebagai perintah Nabi Saw untuk mendorong kaum Muslimin bergiat dalam dakwah. Paling tidak untuk saling mengajarkan apa yang kita pahami mengenai firman Allah kepada mereka yang belum tahu. Tapi sesungguhnya penyampaian itu tidaklah boleh sembarangan. Ia memerlukan pemahaman yang mendekati benar. Karena di ujung hadis tadi ada ancaman Nabi, “Siapa yang mendustakan aku secara sengaja maka bersiap-siaplah menduduki tempat kembalinya di neraka.” Oleh karena itu mengenai hadis Nabi saw. tersebut ada yang berpendapat bahwa untuk memahami walau hanya satu ayat Al Qur’an haruslah sampai mendalam, sehingga dapat diketahui apa maksud yang dikandungnya secara lebih tepat. Kata “ballighu” di sana dipahami sebagai “sampai aqil baligh” yang dalam ukuran usia manusia paling tidak sampai 9 atau 12 tahun. Dengan pemahaman ini, maka semua kaum Muslimin diperintah untuk benar-benar memahami firman Allah dengan proses belajar yang cukup memakan waktu, tidak selayang pandang. Mencapai usia aqil baligh berarti memasuki tahap kematangan.
Dakwah tidak harus berbentuk ceramah, pidato, atau debat. Dakwah bisa dilakukan dengan menyampaikan beberapa kisah sebagai ibrah (pelajaran) tentang perjalanan umat terdahulu, memberi contoh yang baik dan istiqamah dari hasil mengkaji ayat-ayat Allah dan Hadis Rasulullah saw.. Sehingga orang akan melihat akan tertarik untuk mengikuti.
Orang-orang yang berdakwah mendapatkan keutamaan atau pahala yang sangat besar. Sebagaimana Hadis Nabi saw. yang berbunyi:
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang hendak mengajak kepada kebaikan maka dia akan memperoleh pahala atas perbuatan baiknya itu serta pahala orang yang mengikuti dan melaksanakan kebaikan dengan tanpa dikurangi sedikit pun. Sebaliknya bagi siapa saja yang mengajak kesesatan atau kemungkaran, maka dia mendapat dosa sebagai balasan atas perbuatannya sendiri (ditambah) dosa sebanyak dosa orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikit pun.”(HR. Abu Dawud, Ahmad, Nasai, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mengajak mengandung pengertian meminta, menyilahkan, menyuruh supaya menurut. Dalam meminta harus ada unsur lemah lembut dan tidak memaksa, sehingga orang yang diajak akan dengan senang hati mengikuti ajakan tersebut. Hadis tersebut menjelaskan tentang balasan bagi orang berdakwah sangat besar. Tidak hanya pahala dari Allah atas perbuatannya itu, tapi juga ditambah pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya tanpa menguranginya sedikitpun. Hal ini sesuai sifat rahman dan rahim-Nya bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya. Dan sebaliknya bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan dan kemudian menganjurkan atau mengajak orang lain untuk melakukan seperti yang dia lakukan.
Dalam hadis yang lain Nabi saw. menjelaskan kepada umatnya tentang cara berdakwah.
Artinya: Dari Anas ra. dari Nabi saw., beliau bersabda: “Permudahlah dan jangan mempersukar, gembirakanlah dan jangan menakut-nakuti”. (HR. Bukhari)
Hadis tersebut memerintahkan kepada umat Islam agar dalam menjalankan dakwahnya mengutamakan sikap lemah lembut, tutur kata yang baik, dengan menerapkan metode yang baik, bahasa yang mudah diterima. Tujuannya agar orang yang diseru tertarik, mengikuti ajakan, dan senang terhadap yang didakwahkan, agar mampu menyentuh hati dan dapat mengenai sasaran. Dakwah tidak diperbolehkan menggunakan cara yang kasar, menakut-nakuti, memaksa, atau mengancam. Cara dakwah yang demikian tidak menyebabkan orang yang diseru senang dan mendekat akan tetapi justru menjauhi, tidak mengikuti ajakan, bahkan memusuhi. Termasuk mengungkit kesalahan yang pernah mereka perbuat.
Perintah Allah untuk berdakwah dengan lemah lembut bukan berarti umat Islam boleh bersikap masa bodoh terhadap kemungkaran dan kemaksiatan. Perintah tersebut dimaksudkan agar dalam melaksanakan dakwah dijalankan dengan cara yang terbaik sebagaimana dicontohkan Nabi saw. Dalam berdakwahnya, Rasulullah bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang mencaci maki, membenci, memusuhi, dan menghinanya. Namun pada akhirnya Rasulullah saw. justru disegani, dihormati, dan ditakuti lawan-lawannya.
Berdakwah diperbolehkan menggunakan cara-cara keras dan memaksa apabila seorang dai telah mempunyai kekuatan, baik kekuatan pangkat, jabatan, maupun harta. Akan tetapi hal tersebut jika ia yakin bahwa hanya dengan metode tersebut kemungkaran dan kemaksiatan dapat terhenti.
Sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi saw.
Artinya: Dari Abi Sa’id Al Khudry ra. ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Siapa pun di antara kamu yang melihat kemungkaran hendaklah mengubahnya dengan tangan atau kekuasannya. Apabila tidak mampu dengan cara ini, maka hendaklah menggunakan lisannya, apabila dengan cara itu tidak mampu maka hendaklah dengan hatinya. Demikian itu (cara yang terakhir) adalah termasuk selemah-lemahnya iman”.(HR. Muslim)
Dengan demikian setiap muslim wajib berdakwah sesuai kemampuan masing-masing. Dakwah yang paling efektif adalah melalui keteladanan, sehingga orang tertarik bukan karena terpaksa melainkan karena kesungguhan hati dan perasaan tertarik pada Islam. [Bersambung: Perilaku Orang yang Mengamalkan Ayat dan Hadis tentang Kewajiban Berdakwah]